Webinar Nasional Early Warning, Early Action, Sesi Narasumber 1 : Dr. Dwi Purwantoro, Direktur Jenderal Sumber Daya Air pada Kementerian PU

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan webinar bertajuk “Early Warning, Early Action: Kilas Balik Bencana Hidrometeorologi sebagai Basis Rekomendasi Aksi Mendatang” secara hibrid. Kegiatan ini menjadi forum lintas sektor yang mempertemukan unsur pemerintah, akademisi, komunitas, dan lembaga internasional untuk mengevaluasi kejadian bencana hidrometeorologi di Indonesia sepanjang tahun 2025, sekaligus merumuskan rekomendasi kebijakan dan aksi strategis pengelolaan risiko bencana tahun 2026.

Webinar dilaksanakan melalui rangkaian sesi keynote speech, pemaparan materi, diskusi lintas sektor, serta penyusunan rekomendasi aksi. Salah satu sesi utama adalah pemaparan narasumber oleh Dr. Dwi Purwantoro, Direktur Jenderal Sumber Daya Air pada Kementerian Pekerjaan Umum, yang memaparkan arah kebijakan pengelolaan sumber daya air serta tantangan mitigasi bencana hidrometeorologi di Indonesia.

Dalam paparannya, Dr. Dwi menjelaskan bahwa arah kebijakan sumber daya air mengacu pada Asta Cita, khususnya prioritas nomor dua yang menekankan penguatan sistem pertahanan dan keamanan negara serta kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, dan air. Kebijakan tersebut juga berlandaskan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang menegaskan tiga pilar utama, yaitu konservasi sumber daya air untuk menjaga keberlanjutan dan fungsi lingkungan, pendayagunaan sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air yang mencakup pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pasca bencana.

Terkait pengelolaan banjir, Dr. Dwi menekankan perlunya kombinasi antara pendekatan non-struktural dan struktural. Upaya non-struktural meliputi konservasi, edukasi, serta peningkatan partisipasi masyarakat dan para pemangku kepentingan. Sementara itu, upaya struktural dilakukan melalui pembangunan tampungan air, peningkatan kapasitas sungai, pengendalian aliran, dan penataan sistem drainase. Prinsip utama yang ditekankan adalah bahwa air hujan yang masuk ke sungai diharapkan tidak bertambah, atau apabila bertambah tetap dapat dikendalikan. Oleh karena itu, setiap pembangunan perlu disertai dengan penyediaan tampungan agar debit yang masuk ke sungai tidak melebihi kapasitasnya.

Dr. Dwi juga memaparkan sejumlah dampak bencana hidrometeorologi yang terjadi sepanjang tahun 2025, antara lain longsor dan banjir di Sumatra dan Bali. Ia menyoroti permasalahan penutupan tempat pembuangan akhir yang mendorong pembuangan sampah ke sungai, sehingga menimbulkan penyempitan alur dan hambatan aliran. Selain itu, ketiadaan tampungan air menyebabkan aliran permukaan tidak terkontrol. Kasus di muara Sungai Bogowonto disebut sebagai contoh pentingnya penataan sungai dan kawasan sekitarnya. Material longsor di wilayah Sumatra juga menyebabkan pendangkalan sungai yang signifikan, dari kedalaman semula sekitar 7–8 meter menjadi hanya sekitar 0,5 meter, sehingga diperlukan pembangunan kanal-kanal darurat dan penanganan sedimentasi secara serius.

Dalam bagian tantangan mitigasi, Dr. Dwi menekankan beberapa persoalan utama, antara lain ketidaksesuaian rencana tata ruang wilayah yang menyulitkan upaya pengendalian daya rusak air apabila terus berubah, pemanfaatan sempadan sungai untuk bangunan permanen yang mempersempit ruang sungai dan menghilangkan fungsi floodplain, fragmentasi kewenangan yang menuntut koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah, serta tekanan urbanisasi dan perubahan iklim yang berpotensi mengurangi daerah resapan air.

Sebagai strategi dan peluang ke depan, ia mendorong penerapan kebijakan Zero ΔQ serta integrasi pengelolaan wilayah hulu, tengah, dan hilir. Di wilayah hulu, langkah yang diperlukan meliputi rehabilitasi hutan dan lereng, pembangunan gully plug, serta check dam atau sabo dam untuk mengendalikan sedimentasi. Di wilayah tengah, pengendalian sedimen dan pembangunan kolam retensi menjadi prioritas. Sementara itu, di wilayah hilir diperlukan penguatan tanggul dan pompa, sistem polder, serta pengaman pantai. Optimalisasi dan penguatan unit pengelola prasarana pengendali banjir juga dinilai penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi musim hujan dan potensi bencana banjir.

Menutup paparannya, Dr. Dwi menegaskan bahwa kunci utama adaptasi bencana terletak pada edukasi sejak dini, pengembangan teknologi, penataan infrastruktur, dan penguatan regulasi melalui kolaborasi antar kementerian dan lembaga. Ia juga menekankan pentingnya peluang kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pakar, dan media massa sebagai bagian dari upaya bersama membangun ketangguhan nasional terhadap bencana hidrometeorologi.

Rekaman webinar dapat diakses oleh publik melalui kanal resmi Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada pada tautan berikut http://ugm.id/YTEarlyWarningEarlyAction. Selain itu, materi paparan yang disampaikan oleh para narasumber juga dapat diakses pada link http://ugm.id/MateriWebinarEarlyWarningEarlyAction untuk memperluas pemahaman dan mendorong pemanfaatan hasil diskusi sebagai referensi dalam pengembangan kebijakan dan praktik pengurangan risiko bencana hidrometeorologi ke depan. (Sumber: humas DTSL)

© DTSL - UNIVERSITAS GADJAH MADA

Jumlah Pendownload 4