Outlook Konstruksi 2026: Risiko Meningkat, Kolaborasi Jadi Kunci (UGM luncurkan buku Outlook dan Persepsi Risiko Usaha Jasa Konstruksi Indonesia 2026)
Berita DTSBerita MSTTBerita MTPBABerita MTSBerita TerbaruBerita TILBerita TSBerita TSDAFoto DTSLRilis Berita Selasa, 23 Desember 2025
Outlook Konstruksi 2026: Risiko Meningkat, Kolaborasi Jadi Kunci (UGM luncurkan buku Outlook dan Persepsi Risiko Usaha Jasa Konstruksi Indonesia 2026 )
Dalam rangka Hari Bakti Pekerjaan Umum, Fakultas Teknik UGM dan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Dinamika Pasar Konstruksi Nasional dan Persepsi Risiko Usaha Jasa Konstruksi Tahun 2026”. Acara ini sekaligus menjadi momentum peluncuran buku Outlook dan Persepsi Risiko Usaha Jasa Konstruksi Indonesia 2026, karya dosen Kelompok Bidang Keahlian (KBK) Manajemen Proyek Konstruksi, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM. Seminar menghadirkan akademisi, pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha konstruksi untuk membahas arah pasar konstruksi nasional ke depan serta risiko utama yang perlu diantisipasi menjelang 2026.
Keynote dari Ir. Boby Ali Azhari, S.T., M.Sc., Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, menekankan visi pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada pemerataan ekonomi, ketahanan pangan dan air, serta konektivitas nasional. Visi ini menempatkan sektor konstruksi sebagai tulang punggung pembangunan, sekaligus mengingatkan bahwa amanah infrastruktur bersifat lintas generasi. Tantangan terbesar yang muncul adalah bagaimana pelaku jasa konstruksi mampu menjawab lonjakan permintaan dengan kapasitas yang memadai dan strategi yang berkelanjutan.
Diskusi panel memperlihatkan bahwa risiko usaha konstruksi diperkirakan meningkat tajam pada 2026. Prof. Dr.Techn. Ir. Danang Parikesit, M.Sc. (Eng), IPU, APEC.Eng., Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM sekaligus Ketua KBK Manajemen Proyek Konstruksi, menunjukkan hasil riset yang dilakukan bahwa tahun 2026 akan merupakan tahun volatilitas dan risiko usaha jasa konstruksi yang meningkat. Pasar konstruksi tahun 2026 masih tumbuh 4,2-6% yang didominasi oleh proyek non APBN. Transformasi BUMN Karya akan menjadi “game changer” bagi ekosistem usaha jasa konstruksi. Pemerintah khususnya Ditjen Bina Konstruksi perlu mengambil posisi aktif untuk mendorong dan menyediakan insentif transformasi usaha jasa konstruksi nasional.
Pandangan ini sejalan dengan analisis Immanuel Bonardo Hutagalung, S.T., M.T. dari KADIN Indonesia yang menyoroti gap antara kebutuhan konstruksi dan struktur APBN, serta urgensi forum nasional untuk menjembatani pusat dan daerah. Bangun Imanullah, S.T., M.T. dari Danantara menambahkan bahwa proses perampingan BUMN Karya diharapkan mampu memberikan penyehatan finansial, dan keberlanjutan bisnis dari BUMN Karya. Disadari pula bahwa proses transformasi perlu kehati-hatian karena menyangkut ekosistem konstruksi nasional, pengelolaan aset investasi dan anak perusahaan. Sementara itu, Airyn Saputri Harahap, S.T., M.Sc. dari Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR menekankan perlunya transformasi kelembagaan dan penyesuaian regulasi agar tetap relevan dengan dinamika pasar.
Benang merah dari seluruh paparan adalah bahwa tantangan konstruksi ke depan bukan hanya teknis, tetapi juga kelembagaan dan struktural. Ketika risiko meningkat, respons tidak cukup hanya dengan penyesuaian regulasi, melainkan harus menyentuh aspek insentif, akreditasi, dan
harmonisasi lintas sektor. Seminar ini menjadi sinyal bahwa sektor konstruksi Indonesia sedang memasuki fase transisi yang menuntut keberanian, kolaborasi, dan strategi jangka panjang.
Acara yang digelar Kamis, 18 Desember 2025 di Gedung Ditjen Sumber Daya Air Lt. 8 Kementerian PUPR ini dimoderatori oleh Rossy Armyn Machfudiyanto dari Universitas Indonesia dan Tantri Nastiti Handayani dari UGM. Seminar dihadiri oleh lebih dari 230 peserta, terdiri dari unsur Kementerian PUPR (termasuk Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan 9 direktorat teknis), BUMN konstruksi, asosiasi profesi dan industri, serta akademisi dari berbagai perguruan tinggi. Rangkaian kegiatan ini menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci menghadapi tantangan konstruksi di masa depan. Dengan kompetensi yang terus ditingkatkan, pembiayaan yang inovatif, dan regulasi adaptif, pembangunan infrastruktur diharapkan mampu mendukung pemerataan ekonomi sekaligus membuka peluang bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia. (Sumber: humas DTSL)


