
Dalam sesi keynote speech Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur (SNTI) 2025, Ir. Mukhammad Rizka Fahmi Amrozi, S.T., M.Sc., Ph.D., IPM, dosen dan Kepala Laboratorium Transportasi, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (DTSL) FT UGM, menyampaikan materi bertajuk “Infrastruktur Jalan yang Tangguh dan Adaptif untuk Pembangunan yang Berkelanjutan.” Materi ini menyoroti pentingnya perencanaan dan pengelolaan infrastruktur jalan yang mampu beradaptasi terhadap krisis iklim, tekanan sosial-ekonomi, serta kebutuhan konektivitas wilayah yang adil dan inklusif.
Dalam paparannya, Dr. Fahmi Amrozi menjelaskan bahwa resilient infrastructure bukan sekadar kuat secara fisik, tetapi juga mampu mengantisipasi, menyerap, beradaptasi, dan pulih dari gangguan tanpa kehilangan fungsi utama. Prinsip-prinsip ketangguhan infrastruktur mencakup robustness (ketahanan fisik), redundancy (sistem cadangan), dan sustainability (keberlanjutan lingkungan dan sosial).
Beliau juga menekankan pentingnya keseimbangan antara hard resilience yakni penguatan fisik struktur, dan soft resilience, kemampuan sistem untuk menyerap dampak gangguan melalui rekayasa manajemen, alternatif rute, dan inovasi operasional.
“Resiliensi jalan bukan hanya tentang membangun struktur yang kuat, tetapi memastikan layanan transportasi tetap berfungsi meskipun terjadi gangguan. Konektivitas dan aksesibilitas harus tetap terjaga agar kegiatan sosial dan ekonomi tidak terputus,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dr. Fahmi Amrozi memaparkan potret ketimpangan infrastruktur transportasi di Indonesia, di mana lebih dari 60% jaringan jalan terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera, sementara wilayah lain masih menghadapi keterisolasian dan biaya logistik tinggi.
Menurutnya, pembangunan jalan harus mengedepankan keadilan spasial dan aksesibilitas wilayah, agar setiap daerah memiliki kesempatan ekonomi yang setara.
Untuk mengukur hal ini, Dr. Fahmi Amrozi memperkenalkan konsep Road Network Accessibility Index (RNAI) indikator yang dikembangkan melalui riset akademik di UGM yang menilai sejauh mana jaringan jalan mendukung akses ke berbagai pusat aktivitas sepanjang tahun.
Model RNAI digunakan untuk menganalisis disparitas konektivitas antarwilayah dan membantu menentukan prioritas anggaran berdasarkan asas pemerataan dan efisiensi.
Sebagai penutup, Dr. Fahmi Amrozi menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur jalan yang tangguh memerlukan sinergi kuat antar pemangku kepentingan pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat. Beliau menekankan perlunya indikator berbasis pemerataan akses, perencanaan terpadu antara transportasi dan tata ruang, serta inovasi teknologi berkelanjutan. “Kita perlu beralih dari kompetisi menuju kolaborasi. Hanya dengan sinergi, perencanaan yang berkeadilan dapat diwujudkan. Through collaboration and shared responsibility, together we are stronger,” pungkasnya.(Sumber: humas DTSL)