Latar Belakang

Program Studi Teknik Sipil Program Sarjana, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakutas Teknik, Universitas Gadjah Mada lahir bersama-sama dengan Fakultas Teknik UGM dalam kancah revolusi perjuangan pendirian Negara Indonesia. Riwayat Departemen Teknik Sipil dapat dirunut ke masa kolonial Hindia Belanda. Saat itu, terdapat institusi pendidikan tinggi di bidang teknik Technische Hoogeschool yang berada di Bandung. Pada masa pendudukan Jepang, Technische Hoogeschool berganti nama menjadi Koo Gyoo Dai Gaku. Segera setelah Indonesia merdeka, Koo Gyoo Dai Gaku berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Teknik Bandoeng, yang selanjutnya dikenal sebagai STT Bandoeng.

Dengan penyerbuan tentara Sekutu ke kota-kota besar di Indonesia, termasuk kota Bandung, Sekolah Tinggi Teknik Bandoeng berhijrah ke Yogyakarta, yang pada waktu itu berstatus sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Secara resmi, STT Bandoeng di Jogjakarta dibuka pada tanggal 17 Februari 1946. Sama dengan saat masih di Bandung, STT Bandoeng di Jogjakarta memiliki tiga Bagian, yaitu Bagian Teknik Sipil, Bagian Teknik Mesin-Listrik, dan Bagian Teknik Kimia. Pada awal kegiatannya di Yogyakarta, STT ini menempati ruang- ruang di gedung olah raga Sekolah Menengah Tinggi (SMT) di kawasan Kota Baru. Kegiatan kuliah diselenggarakan pada sore hari.

Tidak lama kemudian, masih pada 1946, STT Bandoeng di Jogjakarta berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Teknik Jogjakarta atau disingkat STT Jogjakarta. Kampus pun pindah ke kawasan Jetis. Dalam perkembangannya, STT Jogjakarta memiliki laboratorium yang berlokasi terpisah dari kampus Jl. AM. Sangaji Jetis, yaitu di kawasan Jl. Krasak Kotabaru dan Jl. Tentara Rakyat Mataram Pingit.
Pada masa yang hampir bersamaan, pada bulan Januari 1946 di Yogyakarta dibentuk Universitas atau Balai Perguruan Tinggi (BPT) Swasta Gadjah Mada. Namun STT Jogjakarta tidak menjadi bagian dari Perguruan Tinggi Swasta tersebut, karena STT Jogjakarta adalah lembaga pemerintah (negeri). Jadi merupakan perguruan tinggi negeri yang pertama di Jogjakarta.

Selama perang kemerdekaan, Desember 1948 sampai dengan Oktober 1949, STT Jogjakarta terpaksa ditutup. Pasca pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Pemerintah Belanda, pada 19 Desember 1949, STT Jogjakarta digabungkan dengan Sekolah Tinggi Kedokteran dan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada (perguruan tinggi swasta) menjadi “Universiteit Negeri Gadjah Mada” atau dikenal sebagai UGM. Ex-STT Jogjakarta menjadi “Fakulteit Teknik Universiteit Gadjah Mada”, yang sering disingkat menjadi FT UGM, dan tetap memiliki tiga Jurusan/Bagian: Teknik Sipil, Teknik Mesin-Listrik, dan Teknik Kimia.

Dalam perkembangan selanjutnya, kampus FT UGM pernah berpindah beberapa kali. Kampus Jurusan/Bagian Teknik Sipil FT UGM berpindah dari kawasan Jetis ke kawasan Pogung (di lingkungan kampus UGM Bulaksumur) pada 1974, sedangkan Laboratorium Pengaliran tetap di Pingit sampai 1995. Perkembangan terakhir, kampus Jurusan Teknik Sipil FT UGM berpindah secara bertahap sejak 1994 sampai 1998 ke Jl. Grafika, yang merupakan kampus terpadu FT UGM saat ini. Seiring dengan perkembangan akan isu-isu lingkungan, pada tahun 2006 Program Studi Teknik Sipil Program Sarjana mengembangkan kurikulum yang memasukkan materi lingkungan dalam kurikulumnya. Selanjutnya Jurusan Teknik Sipil FT UGM berubah nama menjadi Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (JTSL FT UGM). Selanjutnya berdasarkan Peraturan MWA No.4/SK/MWA/2014 tentang organisasi dan tata kelola JTSL berubah nama menjadi Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (DTSL). Selain menyelenggarakan program pendidikan Sarjana Teknik Sipil, DTSL saat ini juga memiliki program studi Magister dan Doktor dalam bidang Teknik Sipil. Perintisan program pascasarjana telah dimulai tahun 1980 di bawah Lembaga Pendidikan Doktor UGM.